Walikota Ajak Paguyuban dan Warga Membangun Pontianak dalam Keberagaman
Walikota Ajak Paguyuban Membangun Kota Pontianak dengan Keberagaman. Kuliner merupakan 1 dari 16 subsektor ekonomi kreatif. Upaya-upaya warga untuk memajukan sebuah kota dengan ragam kreativitas patut diapresiasi. Hal ini disampaikan oleh Edi Rusdi Kamtono, Walikota Pontianak dan acara Lauching Buku Almanak Kuliner bersama Paguyuban pada 28 Oktober 2021 di Aula Rumah Dinas Walikota Pontianak.
Almanak kuliner ini diinisiasi Yayasan SAKA berkolaborasi dengan 14 paguyuban etnis di kota Pontianak yaitu Dewan Adat Dayak, Flobamora NTT, Ikatan Keluarga Besar Madura, Ikatan Keluarga Sumatera Barat, Perkumpulan Warga Nusa Tenggara Barat, Ikatan Keluarga Besar Sriwijaya Kalbar, Perkumpulan Basudara Maluku, Kerukunan Keluarga Kawanua, Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, Kerukunan Masyarakat Batak Pontianak, Majelis Adat Budaya Melayu Pontianak, Paguyuban Bali, Paguyuban Jawa, Paguyuban Masyarakat Banten.
Sri Wartati, sebagai ketua Pengurus Yayasan SAKA mengatakan bahwa ide dari Almanak ini adalah memperkenalkan keberagaman etnis di Kalimantan Barat, khususnya kota Pontianak dengan pendekatan kuliner. 14 ragam kuliner direkomendasikan oleh perwakilan etnis di paguyuban. “Sengaja kami mengangkat keberagaman kuliner ini dengan model almanak, di mana setiap tanggalnya dipilih untuk memperdalam pengetahuan mengenai keberadaan dan/atau kontribusi dari etnis yang dimaksud. Jadi, penanggalan tersebut bukanlah sejarah terbentuknya makanan yang tertulis dalam Almanak Kuliner ini. Tanggalan yang disepakati oleh organisasi etnis/paguyuban lebih dimaksudkan untuk merayakan keberagaman di kota Pontianak.” Almanak ini juga merupakan bagian dari upaya mendorong kota Pontianak sebagai kota Toleran.
Firdaus Zar’in selaku ketua Paguyuban Merah Putih juga sebagai Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Kota Pontianak mengatakan bahwa Indonesia hadir di Pontianak, yang bisa dilihat dalam rupa-rupa makanan. Dia menceritakan, bahwa dalam Almanak Kuliner tersebut, Paguyuban Bali merekomendasikan babi guling untuk dituliskan. “Toleransi itu menurut saya begitu. Saya memang tidak makan hewan kaki pendek (babi-ed). Tapi juga tidak melarang orang memakannya.” Menurutnya, paguyuban hadir untuk menjaga kerukunan, bukan sebaliknya.
Dalam sambutannya, Firdauz Zar’in menyebutkan rancangan peraturan daerah terkait toleransi yang sedang diinisiasi oleh SAKA dan Jaringan Pontianak Bhineka yang melibatkan multi stakeholders dalam penyusunannya, termasuk paguyuban. Raperda tersebut berjudul Penyelenggaraan Toleransi Dalam kehidupan Bermasyarakat.
Walikota senang melihat upaya warga dalam pembuatan Buku Almanak Kuliner tersebut. Apalagi menurutnya Pontianak sudah punya brand sebagai kota Wisata Kuliner. Dia bercerita bahwa dalam banyak acara pemerintahan, banyak orang lebih memilih Kota Pontianak dibandingkan kota lain yang ada di Kalimantan. “Ketika saya tanya kenapa, mereka mengatakan, di Pontianak, mau cari makanan apapun, ada. Ketika turun dari hotel, sudah ada makanan. Subuh sudah ada makanan. Mereka tidak kelaparan di Pontianak.”
Edi Kamtono juga menegaskan bahwa kenyamanan yang dirasakan oleh warga Pontianak dan pendatang akan berlangsung selama keamanan dan ketertiban terjaga. Dan itu tugas bersama sebagai pemerintah dan warga Pontianak, dalam hal ini diwakili oleh paguyuban-paguyuban lintas etnis di Kota Pontianak.
Kota lain yang memiliki brand khusus menurutnya adalah Ambon yang dikenal sebagai Kota Musik dan Bandung sebagai Kota Fashion. Brand Pontianak sebagai kota Wisata Kuliner dilihat Walikota sebagai potensi yang baik untuk kemajuan suatu daerah. “Saya ingin jaga brand itu dengan perbaiki infrastruktur di Pontianak.” Edi Kamtono menilai bahwa pembangunan infrastruktur yang sedang digalakkan oleh pemerintah kota saat ini akan turut mendukung cita-cita itu dasi segi fisik kota. Walikota ingin membangun jalan yang paling indah. “Sedang dibangun jalan, semoga paling indah. Bukan hanya di Pontianak, tetapi juga se-Indonesia. Dan diharapkan 2021 ini akan tuntas.”
Walikota juga menceritakan bahwa dirinya pun sering berwisata kuliner di Kota Pontianak. “Orang pontianak punya lidah yang khas. Suka yang pedas. Makanan apapun menyesuaikan lidah. Saya kalau cari makanan di Pontianak, tidak pandang tempat. Mau di tempat mahal atau di pinggir jalan juga bisa.”
Di akhir sambutannya, Edi Kamtono mengajak para peserta membangun kota dengan keberagaman. “Mari kita bagun kota ini dengan keberaragam. Menjadi kekuatan untuk hidup lebih nyaman di Pontianak.” (N.S)