Seni Budaya dan Kampanye

Istilah Bhinneka Tunggal Ika muncul dalam sejarah Majapahit (abad ke empat belas) menunjukkan semangat toleransi kehidupan beragama pada masa itu, yang menempatkan dua agama besar –Hindu dan Budha- hidup secara bersama dengan rukun.

SAKA menyadari bahwa Pengalaman kebersamaan kita dengan orang lain yang majemuk menghubungkan kita dengan kata bhineka, toleransi, dan rukun. Kesemuanya menyaratkan adanya praktik menghormati orang lain sambil terus mencari titik temu. Tanpa adanya upaya untuk perawatan toleransi, manusia kerap dihadapkan dengan tragedi kemanusiaan, perang saudara, konflik berkepanjangan, perebutan wilayah hidup dan pemarjinalan pihak-pihak.

Penggunaan ruang media, termasuk media sosial, dan seni budaya sangat penting dalam Pembibitan pembibitan toleransi menjadi suatu sikap mental dan , budaya praktik keseharian, serta dalam dan juga upaya pewarisan kebaikan pada generasi di masa mendatang. Di tengah situasi pandemi Covid-19 penggunaan media sosial dan inovasi eksplorasi wujud dan ruang seni budaya memainkan peran vital dalam merawat keterhubungan dan keterlibatan (engagement) warga dalam isu-isu yang diusung SAKA. Ruang media sosial juga membutuhkan perhatian lebih khusus karena ruang online/daring dan offline/luring juga tidak lagi dapat didikotomikan, melainkan sebagai sebuah kepanjangan yang saling timbal balik.