Pontianak, 02 Oktober 2021. Kekerasan seksual belum ditanggapi secara serius termasuk di Kalimantan Barat. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya perhatian terhadap isu kekerasan dilihat dari kurangnya diskusi-diskusi menyoal fenomena kekerasan seksual.

kekerasan seksual pontianak, salah kaprah kekerasan seksual, akar permasalahan kekerasan seksual
Diskusi Publik Salah Kaprah Kekerasan Seksual dan Akar Permasalahannya

Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai kekerasan seksual sebagai kejahatan yang masih sering disalahpahami. Misalnya, masih banyak yang menganggap, bahwa perempuan yang mendapat kekerasan seksual dikarenakan ekspresi keaktifannya di ruang publik, ekspresi berpakaian yang dituduh mengundang syahwat, dan bentuk ekspresi lainnya. Kekerasan juga kerap dianggap hanya terjadi di lingkungan yang sepi.

Korban kekerasan seksual juga masih sering dipahami hanya dapat dialami oleh perempuan saja. Ini hanya beberapa dari sejumlah salah kaprah yang ada.

Salah kaprah dan tidak terungkapnya akar masalah menyebabkan dukungan publik terhadap isu penghapusan kekerasan seksual minim. Akibatnya penyelesaian kasus, pemberitaan media, hingga regulasi terkait kekerasan seksual belum berpihak pada korban. Inilah yang menjadi landasan Jaringan Anak Muda Peduli Kekerasan Seksual di Kalbar menginisiasi diskusi publik dengan tema “Salah Kaprah pada Kekerasan Seksual dan Akar Permasalahannya”.

“Hal ini juga sebagai upaya untuk mengawali rencana advokasi terkait kekerasan seksual, dan sebagai perluasan pemahaman dasar terkait kekerasan seksual khususnya di Kalimantan Barat,” sebut Nings Lumbantoruan dari Yayasan SAKA yang turut menjadi kolaborator kegiatan ini.

Selain Yayasan SAKA, organisasi lain yang turut menjadi kolaborator kegiatan ini adalah Gerakan Perempuan Pontianak (GPP), LPM Warta IAIN Pontianak, LPM Mimbar Universitas Tanjungpura, Aksi Kamisan Pontianak, Gemawan, Akademisi, DEMA IAIN Pontianak, serta Pegiat Independen di Kalimantan Barat.

Dewi Candraningrum yang menjadi pemateri diskusi menjelaskan bahwa salah satu akar kekerasan seksual adalah patriarki. Hal ini ditanggapi oleh Mardian, peserta kegiatan yang ingin mengetahui lebih jauh terkait patriarki.

Menurut Dewi, Patriarki berasal dari Bahasa Yunani yang berarti kepala dari sebuah ras atau suku yang akan menurunkannya kepada turunan anak laki-lakinya. “Yang perlu digaris bawahi adalah akar pemerkosaan itu adalah mengenai kekuasaan terhadap tubuh perempuan tersebut. Hal ini yang menunjukkan hubungannya patriarki dengan kekerasan seksual yang memiliki prinsip bahwa tubuh perempuan adalah milik laki-laki.”

Keresahan datang dari Joko Nugraha mahasiswa IAIN Pontianak yang menyatakan telah bahwa kejadian-kejadian kekerasan seksual sudah sering terjadi pada segala kalangan dan usia. “Namun pemerintah dianggap belum menunjukkan kepeduliannya dengan belum disahkannya RUU PKS, ungkapnya. “Jika seseorang mengalami kekerasan seksual, korban tidak hanya disasar secara emosional namun juga secara finansial. Banyak korban kekerasan seksual yang depresi sehingga memilih untuk mengasingkan diri bahkan melakukan bunih diri.”

Menanggapi hal tersebut, Tengku Vriska Adelia Putri, pendiri Gerakan perempuan Pontianak membenarkan adanya urgensi RUU Pencegahan Kekerasan Seksual. “RUU PKS ini diperlukan untuk mengurangi adanya korban-korban yang masih bingung dalam penanganann hukum dan peneyelesaikan kasus. Misalnya terkait visum, pelayanan kesehatan dll. Tetapi sayangnya masih terjadi maju mundurnya pengesahan RUU PKS karena masih adanya perdebatan mengenai judul dan yang lainnya.

Arniyanti yang menutup kegiatan ini menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi awal dimulainya Gerakan yang bertekad turut dalam meminimalisir dan mencegah kekerasan seksual khususnya di Kalimantan Barat.

“Gerakan ini tidak berhenti sampai di sini. Kita merencanakan akan membuat survei terkait kekerasan seksual, untuk mengetahui duduk perkara kekerasan seksual di Kalimnatan Barat. Instrumen surveynya sedang disusun, minta tolong pada peserta turut membantu menyebarkannya.”

Disebutkan pula bahwa Jaringan Anak Muda Peduli Kekerasan Seksual di Kalbar juga merencanakan adanya advokasi mulai dari penanganan kasus, konseling dan edukasi terkait kekerasan seksual dan lainnya. “Kami meminta dukungan ke masyarakat Kalbar, jika ada yang memiliki keresahan yang sama untuk bisa bergabung dalam Gerakan, sangat dipersilahkan.” Tidak lupa Arniyanti menyebutkan Gerakan ini dilakukan dengan sifat kerelawanan (Nings).