Sebuah Upaya Membentuk Peer Fasilitator yang Baik
Sebuah Upaya Membentuk Peer Fasilitator yang Baik. Obrolan atau diskusi yang berkualitas tentu diinginkan oleh banyak orang. Terutama dalam berbagai kegiatan dengan topik-topik spesifik. Akan disayangkan, jika diskusi tidak berjalan sesuai dengan tujuan dari diadakannya diskusi tersebut.
Salah satu unsur diskusi yang penting adalah fasilitator. Fasilitator adalah istilah yang tak asing lagi, dihadirkan untuk memanajemen waktu dan mengolah diskusi, menciptakan perbincangan konstruktif. Tetapi pernahkah kita mendengar peer fasilitator?
Peer yang bermakna ‘teman sejawat’ atau ‘teman seumuran’ dijadikan fasilitator diskusi. Ide ini hadir dalam kegiatan Temu Pemuda Lintas Iman (Tepelima) Kalbar, yang akan diadakan untuk ketiga kalinya di Pontianak. Kegiatan ini diinisiasi oleh Satu Dalam Perbedaan (SADAP) Indonesia bersama beberapa teman kerjanya yaitu PMKRI Cabang Sungai Raya, Gusdurian Pontianak dan Yayasan SAKA.
Isa Oktaviani sebagai ketua SADAP mengatakan, “Peer fasilitator ini akan menjadi teman bicara yang baik bagi para peserta di dalam kelompok kecil pada kegiatan Tepelima, untuk membincang persoalan keberagaman. Keberadaan peer fasilitator menjadi sangat strategis untuk menjembatani diskusi sesama peserta Tepelima memahami keberagaman.”
Tepelima sendiri diadakan karena berangkat dari kesadaran melihat Kalimantan Barat yang merupakan daerah rawan konflik. Konflik pernah terjadi dalam kurun waktu tahun 1997 hingga tahun 2017 di Sanggau Ledo, Sambas hingga Pontianak.
Kemudian terjadi kisruh tahun 2017 pada saat Pekan Gawai Dayak ke-32 dan Bela Ulama 2005 serta tahun 2019 pasca pilpres di Kota Pontianak yang melibatkan orang muda. Hal ini dilihat sebagai potensi konflik yang patut diupayakan bersama upaya pencegahannya.
Jika dilihat, beberapa hal yang mendasari adanya konflik adalah keberadaan prasangka buruk terhadap kelompok lain. Ini berdampak pada anak-anak muda, tidak bisa dielakan banyak kalangan muda yang tersegregasi, berteman hanya dengan sesama suku maupun sesama agama saja.
“Padahal, orang mudalah yang nantinya akan menjadi pemimpin masa depan khususnya di Kalimantan Barat. Oleh karena itu, perlunya ada wadah perjumpaan bagi orang muda sebagai upaya merawat persaudaraan lintas latar belakang,” sebut Isa.
Pelatihan peer fasilitator dilaksanakan secara luring selama 3 hari pada 23-25 April 2021 di Sekolah Agama Katolik Negeri Pontianak (STAKatN). Ada 3 pemateris diskusi yang dihadirkan. Yakni Subandri Simbolon yang merupakan dosen di STAKatN dan banyak berkecimpung sebagai peneliti terkait persoalan keberagaman, Ivan Wagnner Bakara merupakan dosen Hukum UPB yang juga pernah mengabdi di Lembaga Bantuan Hukum Semarang dan kerap bersinggungan dengan masalah keberagaman dan Dian Lestari mantan jurnalis yang banyak menaruh perhatiannya di bidang keberagaman.
Beberapa materi yang diangkat adalah mulai dari keragaman identitas dan problemnya, kesetaraan dan keadilan dalam perspektif pluralisme kewargaan untuk memahami keadilan serta kebebasan beragama dan berkeyakinan yang merupakan bagian dari HAM dilanjutkan dengan simulasi praktik menjadi peer fasilitator yang baik yang difasilitasi oleh Nings.
Keberadaan Temu Pemuda Lintas Iman (Tepelima) Kalbar ini dinilai mampu meminimalisir stigma antar kelompok melalui perjumpaan langsung. Jika dilihat dari kegiatan yang sudah telaksana sebanyak dua angkatan pada 2018 dan 2019 lalu. Tepelima melahirkan generasi muda yang lebih toleran, terbukti dari keikusertaan para alumni di kegiatan maupun lomba lintas iman tingal lokal dan nasional serta mulai aktif mengabarkan perdamaian di media sosial masing – masing.
Panitia pelaksana berharap, upaya ini harus terus dilakukan untuk melahirkan lebih banyak lagi orang muda sebagai agen perdamaian khususnya di Kalimantan Barat. Meskipun nanti Tepelima selesai, di luar kegiatan, obrolan harus terus menyala. Di sinilah pentingnya peer fasilitator. Memiliki teman bicara yang baik, sangat perlu untuk membincang keberagaman dan upaya-upaya merawat dan merayakan toleransi.
Ditulis oleh : Nings S. Lumbantoruan