Usulan Ranperda Penyelenggaraan Toleransi dalam Kehidupan Bermasyarakat tidak semerta merta hadir di Pontianak. Usulan ini muncul dari forum dengan melalui proses yang panjang sejak 2020. Di mana dilakukan terlebih dahulu riset Analisis Kebijakan Publik Pemerintah di Kota Pontianak dengan perspektif pluralisme Kewargaan di Kota Pontianak.

Dalam proses ini, keterlibatan anak muda di Pontianak belum disertakan secara luas. Belum ada cukup ruang untuk menyerap aspirasi mereka. Padahal anak-anak muda adalah pihak yang diasumsikan haus akan ilmu pengetahuan dan punya ruang-ruang sendiri untuk menyuarakan gagasan mereka.

perda toleransi pontianak
ilustrasi ini bersifat sementara, web sedang diperbaharui kapasitasnya

Pada kesempatan ini, SAKA menginisiasi dua forum diskusi di mana pesertanya terdiri dari anak-anak muda di Pontianak yang hadir secara daring dan luring. Kegitana ini dilakukan pada 1 dan 2 Maret di Pendopo Hotel Dangau. Hal ini sesuai dengan cita-cita SAKA untuk meningkatkan partisipasi publik di dalam proses diskusi usulan terhadap ranperda ini.

Forum pertama bertemakan Pontianak Menuju Kota Toleran Melaui Kebijakan yang Inklusif berkolaborasi dengan FKUB Pontianak, Perkumpulan Merah Putih dan dua komunitas muda yaitu SADAP Indonesia dan Jaringan Rumah Diskusi.

Dalam Forum ini, hadir Ahmad Sarbaini, Ketua Badan pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Pontianak menyatakan bahwa ide usulan perda sangat baik mengingat historis kota Pontianak yang begitu rawan dan sensitif konflik. Ini ditandai dengan benturan-benturan di masyarakat yang masih ada hingga kini.

Namun Bapemperda akan mengkaji ulang apakah terbentuknya perda ini akan menambah kenyamanan atau akan menambah konflik. Sebab benturan di masyarakat bawah merupakan ulah oknum dan insiden. Dan jika dimanfaatkan oleh pihak tersebut, ditakutkan akan menjadi momok dan akan banyak terjadi benturan.

Kita akan melihat arah ranperdanya dan ke mana tujuannya. Sebab konflik yang ada di Kota Pontianak sudah banyak. Sudah banyak luka-luka masa lalu, perda ini bisa jadi pemicu jika tidak hati-hati.”

Terutama sensititas suku dan agama menjadi perhatian Ahmad Sarbaeni akibat kejadian historis masa lalu yang masih menyisakan luka-luka lama. Di Bapemperda Ahmad menjelaskan kalau usulan raperda sudah masuk di prolegda tahun lalu. Saat ini terdapat 8 perda prioritas di DPRD. Tetapi ada yang mesti cepat dibahas karena urgent dan sudah melewati 3 tahun proses. yaitu terkait Smart City, Kesehatan Ibu dan Anak dan terkait Pedagang Kaki Lima. Forum dimintai untuk bersabar mengingat proses satu perda memakan waktu dan energi yang besar, lebih kompleks dan panjang.

Di antara 8 perda inisiatif, perda toleransi yang siusung ada di No. 6. “Dan mudah-mudahaan semua pekerjaan bisa dapat berjalan dengan lancar. Kalau tahun ini sudah mepet. Perda lain sudah siap rancangannya. Kalau yang tiga sudah, perda toleransi menyusul dibahas. Kita akan adakan audiensi, kita akan undang pihak-pihak untuk berunding bersama, untuk berproses  menuju kesempurnaan. Perda ini jangan sampai menjadi pemicu konflik ke depannya. Audiens yang hadir juga harus kita sesuaikan. Komponen yang kita hadirkan musti ada kelompok yang mayoritas dan minoritas. Pihak-pihak ada ulama, kesultanan, yang menjadi karakteristik kota Pontianak harus terwakili.”

Prof. Zaenuddin Hudi Prasetyo, akademisi IAIN Pontianak yang juga sebagai narasumber forum  mengemukakan persetujuan bahwa toleransi merupakan isu sensitif dan harus berhati-hati ditangani dan direspon.

Keberadaan satu perda bersifat mengikat, karena itu mestinya dihadirkan riset yang mendalam. Prof. Zaenuddin pun berkisah bahwa budaya riset semestinya bukan hanya budaya di perguruan tinggi, tetapi juga di dunia praktis  (dunia nyata), apalagi di dunia pemerintahan, yang diarahkan ke Ahmad Sarbaeni sebagai lengislatif.

Toleransi disebut Prof. Zaenuddin berupa sikap. “Bagaimana masyarakat berperilaku. Dulu perilaku hanya terjadi di dunia fisik. Sekarang semua orang punya komunitas yang tidak tampak. Ada realitas lain, di dunia maya. Hal itu juga harus menjadi perhatian.”

Toleransi juga harus di atas kesadaran. Karena kita memerlukan masyarakat yang saling menghargai satu sama lain. Lalu harus punya komitmen bersama. Anggota dewan perlu tahu dan mendukung itu semua. Antara civil society, pemerintah eksekutif dan legislative. Ketika orang ngomong toleransi dan diakui toleran tetapi belum tertulis, hemat saya, perlu ditanya, bentuk toleransi yang seperti apa, yang sudah ada dalam diri kita, dikeluarkan, dikembangkan, ada eksternalisasi. Jadi kita masing-masing punya pegangan bersama berupa perda, kalau memang diperlukan.

Dalam tanya jawab, Arif Kurniawan, Perwakilan Mahasiswa Ketapang menanyakan, “Apabila usulan raperda ini dianggap begitu sensitif dan dibutuhkan daerah seperti Pontianak yang memiliki masyarakat yang lebih dinamis. Kenapa tidak bisa masuk ke dalam daftar yang diprioritaskan? Apa yang menjadi kendala eksternal dan internal dari DPRD?”

Ahmad Sarbaeni menjelaskan ulang bahwa dirinya tidak  menyatakan bahwa perda Toleransi bukan prioritas. “Tapi di periode ini, insya Allah akan menggoalkan 3 dulu. Terdapat  8 perda inisiatif, termasuk perda toleransi. Tetapi perda toleransi ini di urutan ke-6 dan DPRD akan mengkaji ulang usulan yang ada dan tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan.”

Didi Darmad, Akademisi IAIN Pontianak yang turut hadir dalam diskusi menyatakan komentarnya sebagai individu yang sehari-hari membantu FKUB Kalbar turut ikut dalam diskusi terkait toleransi. Didi menyampaikan bahwa beberapa bulan sebelumnya FKUB Kalbar mendeklarasikan tahun toleransi bekerja sama dengan Mabes Polri. Deklaratornya adalah tokoh agama. Didi menandaskan, dari pengalaman itu, perjuangan toleransi tidak mudah. Mencontohkan Alisa Wahid, seorang anak Presiden pernah diusir ketika mengadakan kegiatan terkait toleransi. Dan menyatakan dukungan pada usulan ranperda tersebut.

SAKA memandang hal ini sebagai keberhasilan, ketika pihak-pihak yang diajak berdiskusi turut berpartisipasi  dalam dinamika proses diskusi pengusulan raperda. Partisipasi publik memang satu prinsip  yang secara luas ingin dilibatkan. SAKA juga berharap semakin banyak pihak-pihak yang ingin membahas raperda ini, apalagi menyatakan dukungan dan ikut mengawal proses raperda ke aktor-aktor kunci, dalam hal ini DPRD Pontianak.

 

Ditulis oleh Ningsih Sepniar Lumban Toruan