Mengapa Kita Harus Peduli Lingkungan? Secara definisi, lingkungan merujuk pada wilayah/kawasan/daerah bahkan orang tertentu yang dalam istilah lain, dalam hukum disebut sebagai yurisdiksi yaitu semua hal yang memengaruhi pertumbuhan manusia dan hewan. Lingkungan disebut pula sebagai konfigurasi sumber daya yang tersedia bagi pengguna.

isu lingkungan, ivan wagner bakara, pegiat lingkungan pontianak, mengapa kita harus peduli isu lingkungan, saka pontianak, suar asa khatulistiwa Pontianak
Allow nature’s peace to flow into you as sunshine flows into trees – John Muir

Pelajaran di sekolah mengenalkan kita pada hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Ada lingkungan fisik yang mengacu pada hal kebendaan atau objek tertentu (misal : gunung, batu, hewan, dll) dan non-fisik yang mengacu pada keadaan tertentu (misal: lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dll).

Selain itu, kita dikenalkan pada istilah seperti komponen abiotik yang merujuk pada segala bagian dari lingkungan yang bernyawa, dan komponen biotik yang merujuk pada segala bagian lingkungan yang tidak bernyawa.
Pertanyaannya, tidakkah kemudian kita merasa janggal pada semua pendefinisian itu?

Apabila dicermati, dari semua definisi dan pengelompokan di atas, lingkungan terasa “terlepas” atau terpisah-pisah, dan berada “di luar” dari diri kita. Wilayah, hal yang memengaruhi, ataupun ketersediaan sumber daya, sebagai definisi seolah hanya diletakkan sebagai objek dan tidak memiliki keterikatan satu dengan lainnya.

Kita perlu sebuah konsep yang dapat menjelaskan dan menghubungkan itu semua, sehingga lingkungan dapat dilihat sebagai sebuah keutuhan. Konsep yang dapat menyambungkan itu ialah konsep “relasi”. Konsep relasi yang intrinsik dalam satu kesatuan tidak terpisahkan, yaitu ekologi.

Ekologi selain dikenal sebagai cabang ilmu, secara definisi ia bermakna sebagai “the way” dimana tanaman, hewan, juga manusia saling terkait satu sama lain, berikut pula dengan lingkungannya.

Barangkali istilah ini sudah tidak asing. Biasanya kata ekologi disematkan bersama kata lain seperti pada krisis ekologi, kesatuan ekologi, dan lain sebagainya. Pemahaman ini terkait erat dengan cara pandang yang tidak boleh hanya didominasi dan tersentral oleh kepentingan manusia (antroposentrisme) belaka.

Mari beralih kepada cara pandang yang lebih holistik melibatkan baik manusia dan non-manusia (ekosentrisme). Kita juga harus mulai meninggalkan cara pandang kita terhadap alam, dimana alam semata-mata dipandang ada, hanya untuk memenuhi kebutuhan kita saja.

Ketika berbicara seberapa pentingnya kita harus peduli kepada lingkungan atau secara lebih luas kepada satu kesatuan ekologis, jawabannya ialah sepenting anak bagi orang tuanya, bayi mungil bagi ibunya. Hubungan itu tidak berlandaskan kebutuhan, tetapi tentang kepedulian itu sendiri. Seorang ibu atau orang tua menyayangi anaknya atau bahkan mau berkorban untuk anaknya adalah kepedulian.

Pada dasarnya ibu dan anak sedarah dan setubuh, begitu pula kita dengan kesatuan ekologis.

Dalam kajian lain, dalam konsep negara-bangsa, kita belajar bahwa terdapat tiga unsur negara-bangsa yaitu kedaulatan, rakyat, dan wilayah. Wilayah yang terkait dengan konteks ekologi berarti, ekologi memang salah satu hal terpenting dari kehidupan modern kita ini. Men-downgrade, menegasikan, atau bahkan menghancurkan salah satunya saja, berarti merusak tubuh dan membunuh diri kita sendiri.

Berkaitan dengan unsur negara-bangsa itu pula, dua unsur lainnya yaitu masyarakyat atau diri kita masing-masing, serta mereka yang diserahi kedaulatan (pemerintah) boleh kita pahami sebagai subjek yang memiliki kewajiban untuk senantiasa merawat lingkungan atau ekologi itu.

Alasan lain ialah karena manusia pada dasarnya terikat dengan regenerasi. Kita diserahkan hak untuk peduli dan dipedulikan, dan sekaligus memiliki tanggung jawab lebih untuk kemudian mampu mewariskan lingkungan/ekologi yang baik kepada generasi penerus kita. Hal ini berlaku terutama bagi anak-anak muda.

Dengan apa kita dapat peduli? Jawaban sederhana dari pertanyaan ini menjadi krusial. Bahwa kita, komunitas kita, sudah harus memulai dan terus bergerak mulai dari hal terkecil dengan semisal tidak membuang sampah sembarangan, ikut penanaman pohon dan aktivitas lainnya. Tugas ini bukan hanya untuk kita saja. Pemerintah yang diserahi kedaulatan merupakan subjek penting untuk harus selalu kita pantau, dorong, kritisi untuk menciptakan kesatuan ekologi yang lebih baik.

Kontributor : Ivan Wagner Bakara, pegiat isu lingkungan dan pengajar di Universitas Panca Bakti Pontianak