Aktivis Perempuan Bersuara Dalam Lingkungan Kampus. Pada kesempatan Bincang Sahabat SAKA #9 ini, kita akan berkenalan dengan Riyani, Aktivis Perempuan, seorang mahasiswi IAIN Pontianak.

Tantangan apa yang dirasakan dalam proses pencalonan DPM?

Tantangan yang kuraskan sih banyak ya, Kak. Di jaman yang udah moderen seperti sat ini pun budaya patriarki itu masih melekat di kalangan mahahsiswa. Upaya-upaya penggagalan terhadap pencalonan saya sebagai DPM masih saya rasakan dengan isu kalau perempuan tidak bisa jadi pemimpin. Perempuan terlalu baper, banyak lah yang tantangannya, praktik-praktik politik yang seperti itu di tingkat kampus juga masih ada.

Tantangan setelah jadi pemipin di DEMA?

Tahun-tahun pertama kita masih terbilang baik-baik saja kalaupun ada hanya masalah dinamika sebelum pemilu. Setahun setelah kepemimpinan, alhamdulillah hasil evluasinya cukup positif. Banyak yang mengapresisi kinerja saya selama satu tahun. Karena waktu pencalonan saya alhamdullillah banyak dukungan dari teman-teman kampus. Sebelumnya saya juga pernah menjadi ketua Kohati cabang Pontianak, dan sekarang juga masih menjadi pengurus di HMI cabang Pontianak. Dari pengalaman tersebut saya selama ini mempelajari bagaimana menjadi seorang pemimpin apalagi saya seorang perempuan.

Sebagai seorang perempuan kita juga harus memiliki visi dan misi. Dan itu harus kita perjuangkan. Kita harus optimis dan memiliki semangat dan jiwa yang kuat, agar visi dan misi tersebut bisa terwujud. Saya selalu menyampikan kepada adik-adik saya yang perempuan bahwa kita harus memiliki rasa percaya diri bahwa kita diciptakan antara laki-laki dan perempuan itu sama, sebagai mahluk Allah yang memiliki tujuan. Kita bukan manusia yang diciptakan hanya untuk sebagai pendamping hidup laki-laki. Kalau ada yang berpikir demikian, saya rasa itu salah. Saya juga tahu terkdang kita kurang PD ketika berada dalam sebuah lingkungan yang didominasi oleh laki-laki. Namun ketika berada dalam lingkungan perempuan, baru kita lebih percaya diri, itu adalah budaya yang tertanam sejak dulu sehingga kadang kita merasa kurang pantas.

Andy stiawan (Penonton): peran perempuan selama pandemi?

Untuk saat ini secara pribadi banyak perempuan-perempuan hebat di luar sana yang ikut dalam penanganan covid. Jadi, tidak perlu ditanyakan lagi seperti apa peranannya selama pandemi ini. Perempuan menjadi orang yang paling terdampak, apalagi jika mereka dalam kondisi hamil, sedang menyusui, dll. Mereka yang paling beresiko. Seharusnya ada program khusus untuk mereka.

Langkah atau tips untuk perempuan agar bisa bersuara?

Kita harus optimis bahwa apa yang kita yakini akan tercapai, memang berat dan kadang banyak sekali halangannya tapi ya, itu adalah bagian dari sebuah perjuangan. Tantangan itu sudah pasti ada, kita tidak boleh baper, harus kuat. Jika capek, itu biasa istirahat namun jangan menyerah.

Sesama perempuan kita harus saling peduli saling menjaga satu sama lain, karena kalau bukan dari kita tidak akan ada yang benar-benar bersuara apalagi ketika dikaitkan dengan urusan agama, terkadang perempuannya sendiri yang malah menolak.

Tulisan ini disarikan dari Bincang Sahabat SAKA#9 dengan Riyani, seorang aktivis perempuan dari Institut Agama Islam Negeri kota Pontianak dengan judul ‘Aktivis Perempuan Bersuara Dalam Lingkungan Kampus’ melalui live Instagram SAKA @SuarAsaKhatulistiwa pada 20/6/2020. Jangan lupa Follow Instagram SAKA untuk informasi bincang-bincang menarik lainnya.