Jurnalisme Keberagaman Mencegah Api Kebencian Makin Membara
suarasakhatulistiwa.or.id, Pontianak – Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) Kalimantan Barat bersama Yayasan Suar Asa Khatulistiwa (SAKA) menggelar pelatihan online “Panduan Peliputan Jurnalisme Keberagaman” pada Minggu (7/2/2021).
Sebanyak 20 mahasiswa dari lembaga pers kampus (LPM) dan organisasi kampus mengikuti pelatihan yang diampu oleh Dian Lestari, Koordinator Sejuk Kalbar.
Pelatihan dilaksanakan dengan kombinasi pemaparan tentang konsep dasar jurnalisme keberagaman, diskusi, praktik singkat perencanaan peliputan dan kuis. Sehingga peserta merasakan webinar yang menarik.
“Pelatihannya interaktif,” kata Mar’atushsholihah, peserta dari Lembaga Pers Mahasiswa Mimbar Universitas Tanjungpura.
Satu di antara sesi diskusi yang banyak menarik minat peserta webinar adalah pemutaran video singkat berjudul “Musuhku Sahabatku”. Cerita video tersebut tentang mantan tentara anak Muslim dan Kristen di Ambon yang kini menjadi duta damai.
Amar Ma’ruf, anggota Pojok Diskusi IAIN Pontianak yang sering menulis di blog, menuturkan bahwa dia sangat terkesan dengan video tersebut. “Kedua orang itu tidak ingin mewariskan kebencian kepada generasi penerus. Katanya ‘cukup di kami’. Ini menimbulkan pertanyaan kepada kita bahwa generasi seperti apa yang akan kita wariskan? Apakah generasi kebencian?” tutur dia.
Sudut pandang berbeda tentang video tersebut disampaikan Orlando Prihartomo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Terbuka UPBJJ Pontianak. Dia meyakini ada pihak ketiga yang tidak diceritakan dalam video tersebut. “Pasti ada pihak ketiga yang menjadi penyambung komunikasi di antara kedua tokoh itu, sehingga mereka yang bermusuhan bisa jadi bersahabat,” katanya.
Dian Lestari memaparkan panduan peliputan jurnalisme keberagaman meliputi sebelum, saat, dan setelah peliputan. Sebelum melakukan peliputan, jurnalis harus berkomitmen untuk tidak melibatkan keyakinan pribadi yang akan menyebabkan bias di dalam menampilkan fakta. Saat meliput, jurnalis wajib bersikap kritis terhadap setiap pernyataan narasumber dengan merujuk pada prinsip HAM dan norma hukum yang berlaku. Ketika mengolah berita, jurnalis tidak boleh menggunakan kutipan langsung yang berisi ujaran kebencian.
Sebagian besar peserta mengakui bahwa kali pertama mengikuti diskusi tentang jurnalisme keberagaman. “Ini baru pertama kali. Terima kasih untuk berbagi ilmu tentang jurnalisme keberagaman. Seru dan bermanfaat,” kata Florentina Eta, mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri (STAKatN) Pontianak. (*)
Jurnalisme sebagai satu di antara empat pilar demokrasi, juga satu di antara lima arena konsolidasi demokrasi, semestinya berkontribusi mewujudkan sisi mata uang keberagaman yang mendorong pemahaman atas yang lain dan meminimalisasi sisi mata uang pertikaian yang diakibatkan oleh menguatnya identitas di masa transisi demokrasi. Celakanya, jurnalisme belum sepenuhnya mengambil peran tersebut. Jurnalisme masih gagap ketika dituntut mengambil peran hebat tersebut.
Kegagapan itu boleh jadi disebabkan oleh belum adanya panduan yang memadai yang bisa menjadi pedoman bagi mereka yang berkiprah di dunia pers atau media untuk mempraktikkan apa yang kemudian disebut jurnalisme keberagaman.
Jurnalisme keberagaman adalah praktik jurnalistik yang berkomitmen pada keragaman dan perbedaan. Gagasan jurnalisme keberagaman berangkat dari kenyataan betapa masih banyak kelompok di masyarakat, terutama negara, yang mencederai keberagaman, meski keberagaman itu memiliki argumen yang kokoh, baik argumen filosofis, teologis, konstitusional, etis, sosiologis, maupun historis-kultural. Itu barangkali disebabkan banyak di antara kita yang tidak memahami bahwa keberagaman ialah sunnatullah, hukum alam, fakta sosial. Jurnalisme keberagaman berikhtiar menggugah kesadaran kita bahwa keberagaman merupakan keniscayaan, kemestian.
Ditulis oleh: Dian Lestari, Koordinator Sejuk Kalbar